Rabu, 16 November 2011

7 Sahabat

          Seperti biasa aku pergi untuk sekolah bersama seorang sahabatku, namanya Tasya. Tanpa kusangka, di sekolah aku dihadang oleh anak-anak eksis, mereka adalah Ryan, Willy dan Shasa.

“ehh ada kalian!!”ucap Shasa padaku dan Tasya.

“bagi duit dong!”sahut Willy dan Ryan hampir bersamaann pada kami. Tasya yang memang agak tomboi pun melawan.

“apa-apaan lo minta duit seenaknya?!!”ucap Tasya tegas.

“Wow.. ada yang mau sok jagoan yaa disini.. hebat..hebat..” ucap Shasa sambil melangkah mendekati Tasya dan hendak memukulnya.

“udah Tas, jangan diladenin orang kayak mereka, kasih aja uang lo sebagian sama mereka”ucapku berbisik pada Tasya.

           Akhirnya Tasya menurut, kami memberikan sebagian uang saku kami pada ketiga anak eksis tersebut. Di kelas sepertinya ada dua murid baru, kemarin guru sudah memberitahu kami akan kedatangan mereka. Aku menghampiri salah satu diantara mereka dan Tasya menghampiri yang lainnya.

“Hai! Anak baru yah?”ucapku padanya dan dia hanya menjawab dengan anggukkan.

“nama gue Mita, nama lo siapa?”tanyaku.

“gue Vina, salam kenal ya Mit”jawabnya.

“iya, pindahan mana Vin?”tanyaku lagi.

“pindahan dari Bandung, gue pindah kesini bareng sama Angga juga”ucap Vina sambil menunjuk ke arah anak laki-laki yang sedang berbincang bersama Tasya tadi.

“kok barengan pindahnya?”tanyaku, tapi sebelum Vina menjawab, bel berbunyi dan perkenalan singkat kami berakhir.

           Hari demi hari aku, Tasya, Vina dan Angga semakin akrab dan kami bersahabat. Vina dan Angga juga telah berhasil menjadi murid berprestasi di sekolah kami, tidak hanya berprestasi dalam pelajaran, mereka juga berprestasi di berbagai ekskul. Dan hal itu membuat Ryan, Willy dan Shasa semakin membenci kami berempat. Kami selalu bersaing dalam berbagai hal.

“heh Ga! Gak usah sok deh mentang-mentang sekarang lo udah gantiin gue jadi kapten tim basket!”ucap Willy pada Angga saat pelajaran berakhir dengan nada agak tinggi.

“gue gak pernah sok kok Will”jawab Angga santai.

“nyolot abis lo!!!”ucap Willy makin emosi.

“tau nih, maunya kalian semua itu apa sih?”ucap Ryan ikut-ikutan emosi sambil nunjuk aku, Tasya, Vina dan Angga.

“kita kan cuma mau jadi murid yang berprestasi aja, kok jadi lo yang ribet sih?”ucap Vina mulai terpancing emosi.

“tenang Vin, emosi jangan dilawan sama emosi”ucapku mencoba membuat Vina tenang.

“gue mau tanya sama kalian, apa gak capek musuhan terus sama kita?”ucapku pada Ryan, Willy dan Shasa. Mereka terdiam sejenak, lalu Shasa balik bertanya

“kenapa harus capek? Kalian kan memang musuh kita! Kalian gak akan mungkin dan gak akan pernah jadi temen gue!”

“hei! Hati-hati karma loh Sha”celoteh Tasya.

“ahh gue gak percaya sama karma!”ucap Shasa.

“hush gak boleh ngomong gitu Sha!”ucapku.

“kenapa? Mulut gue ini! Peduli apa lo?”balas Shasa.

           Guru kelas datang dan pertengkaran kami terhenti. Guru tiba-tiba menyuruh anak-anak mengumpulkan cacatan minggu lalu. Tak sengaja aku melihat Shasa yang kebingungan.

“Sha, lo kenapa?”tanyaku.

“ngapain lo tanya-tanya?”balasnya.

“yaa siapa tahu ada yang bisa gue bantu gitu, ya udah kalau gak mau dibantu”jelasku.

“hmm sebenernya ada sih, catetan gue ketinggalan nih, boleh gue pinjem catetan lo gak?”pinta Shasa padaku. Jujur, baru kali ini aku mendengarnya minta tolong. Mungkin ini juga yang dimasud karma sama Tasya tadi. Sekarang, jadi dia minta tolong sama musuhnya sendiri.

“boleh Sha, kebetulan gue punya dua catetan lo bisa pake punya gue yang ini”ucapku sambil memberikan sebuah buku padanya.

“hmm....ma...kasih yaa Mit”ucapnya agak terpaksa.

“ya sama-sama”balasku dengan ditambah senyum.

          Beberapa hari setelah kejadian itu, di jam istirahat, Ryan, Willy dan Shasa menghampiriku yang sedang berdiskusi bersama dengan Tasya, Angga dan Vina.

“mau ngapain kesini?”ucap Tasya dan Vina hampir bersamaan, sepertinya mereka tidak suka atas kedatangan Shasa dan kawan-kawan.

“Tas, Vin, jangan gitu dong! Mungkin maksud mereka kesini baik”ucapku pada Tasya dan Vina.

“iya tuh, Mita bener”sambung Angga setuju.

“tumben kalian kesini, ada apa?”tanyaku.

“kita...kita mau minta maaf sama kalian”ucap Shasa mewakili.

“hah? Seriusan nih?”tanya Angga, Tasya dan Vina bersamaan.

“iya, kita serius. Gue terutama mau minta maaf sama lo Ga, gue salah udah ngeremehin lo, ternyata lo memang cocok banget jadi kapten tim basket”ucap Willy pada Angga.

“gue mau minta maaf sama kalian, terutama sama Vina dan Angga, gue selama ini jahat sama kalian juga karena gue iri sama prestasi kalian”ucap Ryan.

“kalau gue mau minta maaf sama kalian semua, terutama sama lo Mit. Gue selalu jahat sama lo, tapi lo selalu baik sama gue, gue malu sama lo”ucap Shasa lagi.

“iya kita maafin kalian”ucapku, Tasya, Angga dan Vina hampir bersamaan.

“boleh tau gak alesan kalian minta maaf ke kita apa?”tanyaku.

“alesannya banyak banget Mit, pertama, karena kejadian catetan beberapa hari lalu. Kedua, karena pertandingan basket minggu lalu kita menang, dan kapten basketnya itu Angga. Ketiga, saat kita marah-marah sama kalian, kalian gak pernah bales marah sama kita. Dan kalian itu memang baik banget, jadinya kita yaa jujur terharu sama kebaikan kalian”jelas Shasa, Ryan dan Willy bergantian.

          Sejak kejadian itu, aku semakin percaya, bahwa semua yang baik, pasti akan menghasilkan hal yang baik pula. Dan sejak kejadian itu pula, aku, Vina, Angga, Shasa, Tasya, Ryan dan Willy bersahabat. Kami adalah 7 sahabat yang tak terpisahkan dan selalu kompak.

Cerita Cinta Alisha bagian. 5

MISTERIUS? siapa ya?
   Pertarungan antara pria misterius dengan sekelompok geng motor itu akhirnya selesai. Ia kembali ke motornya, sebelum pergi ia bertanya pada kami.
     “kalian gakpapa kan?”tanyanya padaku dan Raya, kami hanya menjawabnya dengan anggukkan, lalu ia pergi dengan hanya mengucap salam. Bingung, hanya rasa itu yang berkecamuk dalam hatiku dan mungkin juga hati Raya, kami masih memikirkan pria misterius penyelamat kami tadi. Siapa ya dia? pertanyaan itu terus terbayang-bayang hingga kami sampai di sekolah. Sebelum pelajaran dimulai, Raya berbisik padaku
     “cowok tadi cool banget ya! Jadi penasaran deh hehehe”bisiknya padaku.      
     “Naksir lo sama dia?”tanyaku pada Raya dengan berbisik juga. Raya hanya menjawab dengan anggukan, karena Bu Sisil guru mata pelajaran fisika kami yang paling killer sudah masuk kelas. Kelaspun dimulai, namun karena aku merasa perbincangan kami belum selesai, aku merobek secarik kertas dan menulis

Ohh kalau gitu gue bakal bantu lo buat cari tahu siapa dia? dan gue bakal bantu lo buat jadian sama dia! gimana? Mau?
   Aku memberikan kertas berisikan tulisan tersebut pada Raya diam-diam agar tidak diketahui Bu Sisil dan benar saja Bu Sisil tidak tahu. Kulihat Raya segera menjawab

Mau.. mau banget Lisha!!!!! Tapiii gimana caranya? Terus lo mau minta balesan apa?
   Ia mengembalikan kertas itu kepadaku dan aku membaca pesannya, tak lama setelah itu aku membalasnya lagi

Gimanapun caranya gue bakal bantuin sahabat gue yang tersayang ini buat jadian sama pangeran helm putihnya, hmmm gimana kalau lo bantu gue ngerjain semua tugas-tugas bahasa inggris gue selama sebulan ini? Lo kan tau sendiri gue lemot banget kalau bahasa inggris, sedangkan lo jago banget! Gimana? Mau?
   dari kejauhan tanpa kusadari Bu Sisil tengah memperhatikan kami, saat aku sadar akan hal itu, segera kucari alasan yang semasuk akal mungkin agar kami tidak dihukum untuk tidak mengikuti jam pelajarannya, karena biar bagaimanapun pelajaran ini sangat penting.
     “ehh, sayaa mauu pinjem penggaris bu sama Raya, saya lupa bawa”ucapku sedikit terbata-bata pada Bu Sisil yang sedang memandangiku dan Raya, ia hampir saja menghampiri kami. Untung saja dia percaya dan melanjutkan pelajarannya.
Pelajaran selesai, bel pulang pun sudah berbunyi, aku bersiap menuju mushola seperti biasanya. Sayang, Dian dan Raya lagi-lagi tidak bisa ikut bersamaku. Disana, Pras sudah menungguku, wajahnya terlihat cerah saat melihatku. Melihat reaksinya yang seperti itu, aku semakin yakin dengan dugaanku bahwa ia menghawatirkanku, terlebih lagi setelah ia menanyakan kabarku.
Hari ini Pras hanya membantuku menghafalkan surah Al-Bayyinnah saja, setelah itu kami pulang. Sebelum kami berpisah di tempat parker, ada SMS masuk di HP-ku, dari Divo.
‘huh, ini orang hobi banget sih gangguin hidup gue’pikirku dalam hati sebelum membaca SMS-nya, lalu kupaksakan diriku membaca SMS itu, Pras hanya berdiri disampingku menunggu.

Lik, gue jemput ya! Udah deket nih
Aku kaget bukan main, Pras melihat ekspresiku yang sedang kaget itu dan bertanya
“lo kenapa Sha?”tanyanya. tak perlu waktu lama, aku kembali mendapat kendali atas diriku.
“gakpapa, eh Pras, gue boleh numpang mobil lo gak?”
“boleh aja, tapi, rumah kita kan gak searah?!”ucapnya terheran
“hmm guee mau ke toko buku yang arah rumah lo dulu, nanti baru gue balik, itung-itung hemat ongkos, gimana? Boleh?”ucapku mencari alasan.
“ohh gitu, boleh aja, kalau gitu sekalian gue nemenin lo aja, gue juga mau cari buku kok. Pulangnya lo mampir rumah gue aja dulu, abis maghib-an gue anterin lo pulang pake motor, gimana mau?”tanyanya padaku.
“gue sih mau-mau aja, tapi, apa gak ngerepotin lo?”tanyaku memastikan.
“gak ngerepotin kok, yuk!”ucapnya menyakinkanku sambil menebar senyumnya. Ia membukakan pintu mobilnya untukku dan aku masuk ke dalamnya.
Hatiku tenang, karena kembali terbebas dari Divo yang semakin sering mendekatiku. Masa laluku bersama Divo terlalu pahit untukku, sehingga sangat sulit bagiku untuk menerimanya kembali.
Didalam mobil, kami berbincang panjang lebar, masih berhubungan dengan islam tentunya. Setelah melihat dan membeli buku seadanya karena memang sebenarnya aku tidak berniat membeli buku, Pras membawaku untuk mampir ke rumahnya.
‘wah senangnya bisa diundang ke rumah Pras’pikirku dalam hati
Rasa senang yang kurasakan sebelumnya sirna seketika, ketika aku melihat motor sport merah dengan helm putih yang menggantung di spionnya, terparkir di halaman rumah Pras.
‘loh, itu bukannya motor pangeran helm putih yang tadi pagi? Apa orang itu Pras? Tapi masa iya? Terus Raya gimana? Masa gue harus jodohin Raya sama Pras? Pras kan gebetan gue?’pikiranku berkecamuk, aku bingung, entah apa yang harus kulakukan sekarang, bagaimana ini? Apa benar orang itu Pras?

**********
bersambung lagi yaa, thank's buat yg udah baca. maaf kalau jelek, masih pemula soalnya :) part 6 segera

Cerita Cinta Alisha bagian. 4

“DIVO???” segera kupalingkan wajahku pada Khanza dan bertanya
“Za, kok ada si Divo sih?” belum sempat Khanza menjawab pertanyaanku, Divo sudah berdiri di hadapanku dan Khanza.
“Hai Sha! Long time no see ya!” sapa Divo sambil menebar senyum termanisnya padaku. Aku membisu, melihat dia yang kembali lagi secara tiba-tiba, setelah tanpa alasan jelas meninggalkanku kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kini, dia kembali seakan tak pernah terjadi apapun dan tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Udah, ayok masuk ke mobil! Gue yang anter kalian pulang!” lanjutnya.
“Asik! Kak Divo aja ya yang mapah cewek satu ini! Gue pegel kak, mapah dia dari depan sampe sini!” ucap Khanza pada Divo sambil melirik ke arahku.
“Sip! Lo masuk mobil aja duluan, nih kuncinya!” ucap Divo santai pada Khanza sambil memberikan kunci mobilnya. Khanza segera mengambil kunci mobil Divo dari tangan pemiliknya dan berjalan lebih dulu ke mobil. Aku masih membisu, memandangi wajah yang sudah lama tak kupandang ini. Tanpa bicara panjang lebar, Divo segera memapahku menuju mobilnya. Namun, sebelum sampai dimobil, Divo menghentikan langkahnya, memandangiku yang sedari tadi masih memangdanginya. Kami berpandangan, cukup lama, mungkin sekitar 1 menit. Lalu ia tersenyum, senyuman dengan sentuhan lesung di kedua bagian pipinya yang menambahkan pesonanya, senyuman yang dulu selalu ada untukku namun sempat hilang karena alasan yang belum pernah ia jelaskan hingga kini, senyuman yang membuat hatiku bergetar setiap melihatnya.
“Lo masih cantik aja kayak dulu Sha!” suaranya menyadarkanku dari lamunan, lalu kami meneruskan perjalanan kami menuju mobilnya.
Di dalam mobil, semuanya diam, membisu bagai patung-patung tak bernyawa. Divo, terlihat sangat serius menyetir, Kanza, sedang mendengarkan musik dari iPod miliknya, sedangkan aku, masih termenung memikirkan Divo yang datang lagi ke kehidupanku setelah kurang lebih 2 tahun meninggalkanku tanpa alasan.
Setengah jam telah berlalu, kami sampai dirumahku. Khanza turun lebih dulu dan Divo membantuku berjalan hingga kamar tidurku. Aku masih belum bisa mengeluarkan suaraku untuk berbincang dengannya, lidahku terasa kaku walau mataku tak henti melihatnya. Ia keluar dari kamarku dan sepertinya langsung pulang. Tiba-tiba terdengar lagu ‘Just The Way You Are’ nya Bruno Mars, itu adalah ringtone BB-ku bila ada telefon. Segera kucari arah bunyinya, ternyata yang menelfon Pras. Hah? Pras? Pras menelfonku? Serius nih? Melihat nama dan nomer HP-nya ada di layar BB-ku saja, rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh. Dengan segera aku mencoba mengendalikan diriku dan mengangkat telfon dari Pras tersebut.
‘Assalamualaikum’terdengar suaranya yang khas dari telfon
‘Wa’alaikumsalam’jawabku
‘Lo tadi kenapa gak masuk sekolah? Si Dian sama Raya juga katanya gak tau lo kenapa? Mereka jadi gak mau belajar kalau gak ada lo!’ucapnya to the point
‘gue sakit, drop banget sampe harus dibawa ke Rumah Sakit kemarin malam, sekarang baru balik, BB gue ketinggalan dirumah, jadi gue gak bisa dihubungin siapa-siapa’jelasku
‘ohh, semoga cepet sembuh ya, banyak istirahat! Sorry ganggu waktu istirahat lo, ya sudah deh sekarang lo istirahat aja, Assalamualaikum’ ucapnya hendak mengakhiri telefon.
‘Waalaikumsalam’jawabku, lalu ia memutus telfonnya.
Perbincangan kami terhenti, masih terngiang-ngiang suaranya, hingga akhirnya aku terlelap di malam dengan langit yang bertaburkan bintang. Terlelap dalam angan tentangnya, angan akan kekhawatirannya dan kepeduliannya terhadapku.
Ayam kembali berkokok seperti hari-hari yang lalu, burung-burung pun mulai bersenandung ria, hembusan angin pagi mulai memasuki celah-celah jendela kamarku, harmoni alam yang indah ini, menghantarkan sang mentari ke peraduan awalnya. Masih terrekam jelas dalam benakku kejadian semalam, yang membuat diriku merasakan gelora semangat yang besar pagi ini. Segera kupaksa tubuhku untuk lepas dari balutan kehangatan selimut, serta nyamannya kasurku yang sangat empuk itu. Kakiku melangkah ke kamar mandi, tanganku membasuh wajahku yang masih belum 100% sadar dari alam tidurku dengan air disana. Lalu aku menghadap-Nya, menyembah-Nya, bersujud pada-Nya, meminta ampun atas timbunan dosa yang telah aku timbun selama beberapa tahun umurku di dunia ini. Setelah selesai sholat, aku bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Aku hendak turun, namun dari lantai 2 terlihat di meja makan ada Khanza dan seorang lelaki, siapa ya? Aku menuruni tangga dan menuju meja makan dengan santai. Sesampainya disana ternyata lelaki yang kulihat dari atas tadi adalah Divo,
‘huft, mau ngapain lagi sih lo kesini?’ ucapku dalam hati dengan wajah masam. Aku duduk dan mengambil selembar roti tawar lalu mengolesnya dengan selai strawberry favoritku. Saat aku sedang minum susu, tiba-tiba...
“Eh Sha, gue anterin lo ke sekolah ya?”ucap Divo padaku, aku yang sedang meminum susu pun tersedak. Khanza dan Divo heran melihatku, karena mungkin tak terbiasa dengan sikapku yang aneh ini. Tak lama setelah aku tersedak, BB-ku berdering, panggilan masuk dari Raya.
‘Lisha! Gue udah di depan kompleks lo nih, mau bareng gak?’ucap Raya via telfon denganku.
‘Wah, kesempatan nih buat kabur dari Divo! Selamet..selamet..’pikirku dalam hati.
“Sipp, gue jalan sekarang!!”jawabku pada Raya, lalu Raya memutus telfonnya.  Aku segera berpamitan dengan Khanza, dan tetap pada pendirianku sejak kemarin untuk tak bicara pada Divo.
Di perjalanan menuju sekolah, mobil Raya dihadang segerombolan geng motor. Kami tak tahu harus berbuat apa, Raya yang sangat tomboi saja takut pada mereka, apalagi aku. Di situasi genting seperti ini datanglah seorang malaikat penolong. Pria yang terlihat seumuran dengan kami dan berseragam putih abu-abu seperti kami ini membawa motor balap warna merah dan mengenakan helm warna putih. MISTERIUS? Siapa ya?
**********
ditunggu komentarnya yaa :)

Senin, 07 November 2011

Cerita Cinta Alisha bagian. 3

Tak terasa, sebulan berlalu begitu cepat. Aku, semakin mengenal islam, serta semakin mengenal Pras. Dia terlihat lebih berwibawa ketika sedang membaca Al-Qur’an dan terlihat lebih mempesona ketika mengajar. Kini, tak hanya aku saja yang belajar tentang islam padanya, tetapi Dian dan Raya juga. Hari ini, rencananya ia akan bercerita tentang kisah Nabi Ibrahim A.S. Aku sangat bersemangat, ingin segera rasanya mendengar bel pulang berbunyi, agar aku dapat mendengar kisah itu darinya.
 
Bel pulang berbunyi,
 
“Akhirnya pulang juga”dengan suara pelan.
 
“segitu semangatnya yaaa yang mau ketemu sama Pras, ciee ciee”goda Raya.
 
“hehehehe, keliatan banget yah?”ucapku malu-malu.
 
“BA to the NGET!!! Sha!”sambung Dian yang semakin memojokkanku.
 
“yasudah deh yaa, gak usah dibahas lagi...”ucapku sambil berdiri hendak melangkahkan kaki menuju mushola “udah ayook!  Cepetan!”ucapku pada Dian dan Raya yang berjalan lambat dibelakangku. Sesampainya di mushola, kami ber-empat sholat zhuhur terlebih dahulu, sebelum melulai pelajaran.
 
Pelajaran pun dimulai, Pras memberikan kami beberapa lembar ketas berisi materi cerita yang lengkap dengan beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang akan kami pelajari selebihnya dirumah. Lalu ia mulai menceritakan kisah Nabi Ibrahim A.S. yang dengan ikhlas menjalankan perintah Allah S.W.T, yang mengharuskannya menyembelih putra kesayangannya sendiri, kami pun mendengarkannya dengan seksama. Satu jam berlalu dengan cepat, kisah yang diceritakan Pras pun selesai. Dari kisah ini, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa, kita sebagai mahkluk ciptaan Allah S.W.T, harus ikhlas menjalankan semua perintah-Nya.
 
 
Jam sudah menunjukkan pukul 15.00, sebelum pulang, kami sempatkan untuk sholat ashar berjamaah terlebih dahulu. Setelah itu kami berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya dirumah, aku menuju kamar, dan tertidur pulas, entah kenapa tubuhku terasa lebih lelah dari hari biasanya.
 
Aku terbangun, tapi ini bukan kamarku, baunya menyengat, seperti bau obat, sebenarnya aku ada dimana? Khanza, adik perempuanku datang menjawab tanya yang muncul di benakku.
 
“akhirnya bangun juga lo, nyusahin gue aja sih, pake acara pingsan segala, harusnya tadi malem itu gue malem minguan sama Hilmi, ehh gara-gara lo pingsan gue jadi disuruh bokap sama nyokap jagain lo disini.”ucapnya panjang lebar.
 
“emang gue di Rumah Sakit?”ucapku dengan lirih
 
“yeee masih belum sadar juga lo, kalau lo di Rumah Sakit? Iya, lo sekarang ada di Rumah Sakit. Semalem lo mau dibangunin dinner gak bangun-bangun, terus ada bekas darah dihidung lo, kayaknya lo mimisan deh”jelasnya panjang lebar
 
“terus bokap sama nyokap mana sekarang?”tanyaku polos
 
“ya ampun kak, lo kayak gak tau mereka aja sih, habis nganterin lo kesini, mereka balik lagi, makanya nyuruh gue jagain lo. Bokap OTW Amrik lagi tadi malem, nyokap baru pagi ini OTW Bandung, katanya sih ada kerjaan”jawab Khanza. Aku menghela nafas untuk beberapa kali, lalu tak berselang lama seorang lelaki berperawakan tinggi besar dengan stetoskop yang menggantung di pundaknya datang meghampiri kami. Ia memberitahu bahwa kondisiku sudah pulih dan diperbolehkan pulang.
 
Setelah selesai berkemas, aku berjalan dengan dibantu Khanza untuk menuju pintu keluar rumah sakit. Adikku ini, meski terlihat acuh tak acuh padaku, tetap saja dia menyayangiku. Hari ini pak Zul sedang cuti kerja untuk beberapa hari, jadi aku sendiri tidak tahu siapa yang akan mengantar kami pulang. Di depan pintu Rumah Sakit, sudah terparkir mobil Honda Jazz berwarna putih. Sepertinya aku mengenal mobil itu, tapi entahlah aku sudah lupa. Beberapa menit kemudian, pintu mobil itu mulai terbuka, dan keluarlah seorang pria yang wajahnya tak asing dimataku. Ia mengenakan kaos putih polos dengan kemeja lengan pendek motif kotak-kotak warna biru dongker yang tidak di kancing, celananya jins hitam, serta sepatu boots berwarna hitam. Setelah kuamati dengan seksama ternyata lelaki itu adalah...
 
“DIVO!!!”
 
**********
maaf kalau ceritanya jelek, masih pemula soalnya.
ditunggu komentarnya ya

Minggu, 06 November 2011

Cerita Cinta Alisha bagian. 2


ini dia kisah lanjutan cerita cinta Pras dan Lisha, selamat menikmati!

Matarahi pagi mulai menampakkan wajahnya. Bulan pun sudah tak terlihat lagi batang hidungnya. Ayam mulai berkokok, burung-burung mulai terbang kesana kemari sambil bersenandung ria. Kokokan ayam dan kicauan burung tersebut serasa symphoni indah yang menemaniku mengawali hariku. Hari ini terasa sangat bereda dan terasa sangat istimewa. Karena hari ini adalah hari pertamaku belajar tentang Islam. Terlebih yang mengajarku adalah lelaki yang kusukai sejak lama, Pras.
Aku melangkahkan kakiku dengan semangat ‘45 menuju mang Asep yang telah menungguku beberapa menit yang lalu di depan rumahku. Mang Asep adalah tukang ojek langgananku, ia selalu mengantarku dengan motor tua buatan Jepang yang sangat dibanggakannya.
Di depan gerbang sekolah, Dian dan Raya sudah menungguku, aku turun dari motor tua itu dan menghampiri mereka. Sebelum kami sempat melangkahkan kaki menuju kelas. Aku menyempatkan mengikat tali sepatuku yang sedari tadi kubiarkan menggantung, karena lupa mengikatnya di rumah. Mungkin karena terlalu semangat, sampai-sampai aku lupa untuk mengikat tali sepatuku sebelum berangkat sekolah.
Selesai mengikat tali sepatu, aku berdiri dan berjalan menyusul Dian dan Raya yang sudah lebih dahulu berjalan menuju kelas. Tapi belum jauh kakiku melangkah, ada seseorang yang memanggilku.
Sha! Alisha!”aku menoleh dan ternyata suara itu berasal dari lelaki yang akan menjadi pembimbingku dalam mengenal Tuhan. Pras! Iya itu dia, dia menghampiriku dan kini berjalan sejajar denganku.
Sha, nanti gue tunggu di mushola pulang sekolah ya!”bibirnya sedikit menyungging senyum padaku.
“OK!”jawabku. lalu ia mempercepat langkahnya menuju kelas 12 IPA II, sedangkan aku berjalan perlahan menuju kelasku.
Entah mengapa? Rasanya hari ini berjalan sangat lambat! Mungkin karena aku selalu memandangi detik demi detik yang kulewati sebelum aku belajar dengan Pras. Bel panjang berbunyi, ini menandakan bahwa saatnya untuk murid-murid kembali ke rumahnya masing-masing. Aku segera pergi meninggalkan Dian dan Raya seraya berkata.
“Kalian pulang duluan aja! Gue pulang dijemput mang Asep!”
Aku mempercepat langkahku menuju musola, tetapi aku tak melihatnya disana. 30 menit pun berlalu dan selama itu aku hanya duduk termenung di teras mushola. Aku sudah putus asa dan kecewa, bahkan sangat kecewa. Bagaimana bisa seorang Pras mengingkari janjinya? Bukankah islam mengajarkan untuk menepati janji? Hatiku mulai menggerutu dan aku hampir meninggalkan mushola itu. Tapi dia akhirnya datang, terengah-engah dan terlihat sangat lelah seperti orang yang telah berlari marathon puluhan kilometer. Tapi aku tetap menggerutu tanpa memperdulikan keadaannya sedikitpun.
“Heh! Lo darimana aja? Gue udah nunggu lo 30 menit disini! Kenapa lo ngingkarin janji yang lo buat sendiri?” aku melemparkan pertanyaan dengan nada tinggi tanpa henti. Lalu ia memintaku untuk tenang dan mendengar penjelasannya terlebih dahulu.
“Tadi, gue dipanggil KepSek disuruh ngurusin acara buka bersama buat bulan puasa nanti. Gue gak enak nolaknya. Makanya tadi kesini gue lari, gue takut lo jadi gak percaya sama gue lagi dan gue takut lo juga jadi gak percaya sama islam”dengan nafas yang masih belum teratur ia memberikan penjelasannya.
“ohh gitu, sorry yah gue jadi nuduh lo yang enggak-enggak” jawabku menunduk karena malu.
“OK! Gak masalah! Sekarang udah jam empat, gue harus pulang jam setengah lima ada pengajian rutin dirumah. Hari ini gue ajarin lo wudhu dulu aja ya?!”jelasnya. Aku mengangguk pelan tanda setuju, lalu kami berjalan menuju tempat wudhu.
Pertama, ia menyontohkan cara berwudhu kepadaku. Lalu setelahnya, aku mempraktekan cara wudhu yang tadi dicontohkannya. Ia membenarkan cara berwudhuku hingga aku benar-benar mengerti. Sebelum pulang, ia memberikanku tiga buah buku, buku pertama adalah langkah-langkah berwudhu, buku kedua adalah buku panduan sholat, buku ketiga adalah buku doa sehari-hari. Ia bilang, aku harus membaca ketiga buku itu dulu. Besok, ia akan membantuku mempraktekkannya. Selain belajar wudhu, hari ini ia juga memberitahuku sedikit tentang islam dan iman, ia juga mengingatkanku untuk selalu mengucapkan salam setiap bertemu sesama muslim.
Itu yang ia ajarkan untukku hari ini, pelajaran pertama tentang islam yang aku terima darinya. Semua ini menjadi semakin menarik, kira-kira pelajaran apa ya yang akan kuterima selajutnya?
**********
bersambung lagi ya...
jangan lupa kasih kamentar ya thank's for reading
baca part selanjutnya ya

Cerita Cinta Alisha bagian. 1


Bel panjang telah berbunyi. Itu menandakan bahwa murid-murid harus kembali ke rumah mereka masing-masing. Entah mengapa? Setelah mendengar bunyi bel, aku segera keluar kelas dan berjalan cepat menuju mushola yang letaknya tak jauh dari kelasku. Mungkin, karena sejak pagi tadi aku tak melihatnya, aku tak melihat sedikit pun batang hidung lelaki yang kusukai hari ini. Mataku terus berlari dari sudut ke sudut mushola, tapi aku tidak juga mendapatinya. Tiba-tiba terdengar sapaan dari suara orang yang sangat aku hafal dari arah belakangku. Dan tenyata...
         
          “permisi... ada yang bisa saya bantu?”ucapnya dengan ramah. Betapa kagetnya aku, ternyata dia adalah Prasetya. Tapi aku mencoba untuk segera mengendalikan diriku yang mulai salah tingkah dibuatnya.
          
          “ahh gak ada apa-apa kok, gue permisi dulu ya...”aku segera memalingkan wajahku darinya dan pergi meninggalkannya sendirian.
           
          Prasetya atau yang biasa dipanggil Pras, adalah anak kelas 12 IPA II yang telah membuatku dan beberapa warga sekolah lain jatuh hati. Beberapa orang tertarik dengannya karena ketampanan wajahnya, beberapa yang lain tertarik karena kecerdasannya, sedangkan yang lainnya tertarik karena kekayaannya, dan sisanya tertarik karena keshalehannya, contohnya aku. Aku mulai tertarik padanya saat bulan ramadhan dua tahun lalu.

Aku mendengar suara orang sedang mengaji dari arah mushola, lalu aku menghampiri suara itu. Aku hanya memandanginya dari kejauhan sambil mendengarkan ia melantunkan ayat-ayat-Nya. Rasanya sangat damai mendengarnya mengaji. Aku memang tidak pernah bisa mengaji, bahkan sholat pun jarang sekali. Orang tua ku tak pernah mengajariku tentang agama, mereka hanya memberi tahuku bahwa aku beragama islam. Aku bisa sedikit tentang islam, karena belajar dari guru dan sahabat-sahabatku. Jadi, apa mungkin orang sepertiku bisa bersama dengan orang seperti dirinya? Wallahualam.

Malam ini terasa sangat indah. Walaupun bulan dan bintang tertutup awan, semua tetap tampak indah dimataku. Karena saat ini aku sedang sangat bahagia. Kini otakku terus mengulang-ngulang kejadian tadi, walaupun sedikit memalukan, tapi tadi adalah percakapan pertama kami. Ingin rasanya kejadian tadi dapat terulang esok hari. Dan ingin rasanya hari ini tak hanya sampai disini. Tapi jelas itu tak mungkin, waktu akan terus berjalan, bumi akan terus berputar dan hari ini pun berakhir dengan bunga-bunga yang kini selalu menghiasi angan ku.

Keesokan harinya...

Kembali aku terduduk di kursi yang tak jauh dari mushola, yang berbeda adalah tak ada Dian dan Raya disini. Dian, sedang berlatih untuk konsernya minggu depan. Sedangkan Raya sedang istirahat dirumah, karena gejala tifus yang dideritanya. Mataku tak henti memandangi mereka yang sedang bersimpuh dan membaca ayat-ayat-Nya. Dan tak jarang mataku terhenti pada wajah seorang lelaki yang aku sukai, Pras.

5 menit sebelum bel masuk berbunyi, kulihat Pras memandangiku dari kejauhan dan segera berjalan menghampiriku. Ada apa denganku? Mengapa ia menghampiriku? Apa ada yang salah denganku? Atau masalah kemarin? Entahlah... tak lama, ia pun kini berada dihadapanku dan segera duduk di sampingku, tapi disana ada jarak yang cukup jauh antara aku dengannya. Setelah duduk dan menghela nafas perlahan ia mulai berbicara.

“ehh, ini punya lo kan?” ucapnya sambil memberikan selembar sapu tangan berwarna biru muda polos milikku. Dengan segera aku mengambil sapu tangan itu dari tangannya, tapi sebelum aku bertanya darimana asal sapu tangan ini, ia menjawabnya.

“kemarin, terjatuh waktu lo lari.” Mulutku membulat sebentar, lalu ia kembali bersuara. “gue, sering liat lo sama dua temen lo duduk disini, tapi kenapa gak masuk kedalem? Kenapa gak ikutan sholat dan mengaji sama anak-anak yang lain?lo islam kan?”kembali aku dibuat salah tingkah olehnya, dengan segera aku pun mengandalikan diriku dan menjawab pertanyaannya sesantai mungkin.

“iya gue orang islam, itu sih yang ditulis di akte kelahiran gue. Tapi gue gak bisa baca al-quran dan gak bisa sholat, keluarga gue gak pernah ngajarin gue soal agama, mereka lebih mentingin dunia. Bisa sih sholat, tapi cuma sesekali aja sholatnya, udah lupa sama yang diajarin guru-guru dan temen-temen gue, jadi takut salah dan sampai sekarang udah gak pernah sholat lagi sejak lulus SD”lalu ia menggeleng dan terdiam sejenak, dan kembali mengeluarkan suara sambil berdiri hendak pergi.

“ehm gimana kalau gue bantu lo kenal sama islam, agama lo! Belajar sholat dan mengaji, mau gak?”ucapnya dengan mantap sambil menatap mataku lekat. Aku hanya mengiyakan dengan anggukan pelan. Dan ia melanjutkan kembali kalimatnya.

“OK kalau gitu kita mulai besok, pulang sekolah, di mushola ini, setiap hari sekolah ya”ucapnya dengan mulut yang sedikit menyungging senyum dan perlahan ia beranjak menjauh dari tempatku. Belum 5 langkah ia melangkahkan kaki dari tempatku, ia berbalik an kembali bersuara.

“ohh iya, nama lo siapa?”

Putri Alisha panggil aja Lisha!”ucapku sambil tersenyum kearahnya.

“ohh, gue Khairil Prasetya panggil aja Pras!”ucapnya memperkenalkan diri. Ia memang tak pernah mengenalku, tetapi aku sangat mengenalnya. Karena rasaku padanya, yang timbul karena kecintaannya pada Tuhan-Nya. Semoga aku pun akan mencintai Tuhan seperti dia mencintai Tuhannya.

Ini adalah hari yang takkan pernah aku lupakan, hari perkenalanku dengannya. Dan kisah cintaku dengannya pun baru dimulai.

********
bersambung dulu ya ceritanya, ditunggu loh komentarnya!